Minggu, 14 September 2014

Persahabatan & Cinta 2

(Kelanjutan cerita Persahabatan & Cinta 1)

Setelah kejadian pertengkaran mereka akibat salah paham itu
Koko dan Mimi sempat tidak ingin berhubungan sama sekali, sekalipun sebatas pertemanan, sakit hati yang sudah diterima Mimi akibat fitnahan perempuan itu membuat Mimi berpikir berkali-kali untuk kembali dekat dengan Koko sahabatnya..

Beberapa bulan setelah kejadian itu..
Koko & Mimi kembali bertemu pada saat acara berbuka puasa bersama teman-teman semasa SMP
Namun, kali ini Koko tidak tinggal diam, dia kali ini tidak akan melepaskan Mimi apapun yang terjadi, dia akan mempertahankan wanita yang dia sayangi selama ini..

Dan.. Benar saja, Koko dan Mimi benar-benar besama kembali, tapi tidak hanya sebagai sahabat, tetapi sebagai KEKASIH..
Koko benar dengan keseriusannya kali ini, dia tidak pernah "melepas pandangannya" dari Mimi lagi, dia menjaga nya dengan sepenuh hati, selalu ada di saat Mimi membutuhkannya, selalu berusaha untuk tidak mengecewakan Mimi lagi sama seperti sebelum-sebelumnya..

Setelah 6 tahun.. Hubungan mereka luntang lantung kayak jemuran digantung (Abaikan..)
Mereka kini bersama dengan status yang SANGAT JELAS, sudah 1 Tahun lebih 1 Bulan, bahkan mereka mempunyai rencana ke jenjang yang lebih serius, yaitu PERNIKAHAN !! (Woohooooo....)
Tapi, walaupun demikian, mereka tetap tidak meninggalkan status lama mereka, sebagai SAHABAT!!

7 Tahun kebersamaan Koko & Mimi di lalui dengan sangat tidak mudah.. Banyak cobaan yang mereka hadapi, ntah masalah itu datangnya dari mereka sendiri, atau dari orang lain.. Namun atas dasar kasih sayang dan cinta, mereka mau & mampu untuk mempertahankan satu sama lain, HINGGA SAAT INI dan NANTI..

(NB : It's True Story)

Jangan Remehkan

Yaaah kalau kita membicarakan kehidupan, tidaklah mudah.. Namun usaha yang keras dengan keyakinan jiwa, akan membuat apapun yang kita lakukan akan terasa mudah, tidak terlalu sulit..

Tapi, ketika kita mampu melakukan apapun yang menurut sebagian orang sulit, jangan lah mudah meremehkan nya kepada orang lain, karna MUDAH bagi kita, BELUM TENTU bagi orang lain..

Lakukan apasaja yang hendak kau lakukan, ketika tidak menemukan kesulitan yang berarti maka bersyukurlah.. Apabila ada orang lain yang merasa kesulitan, bantulah, bukan meremehkan nya..

Dalam hidup, jangan menggampangkan sesuatu, jangan merendahkan dan JANGAN PULA MEREMEHKAN.. Bisa saja suatu hal kecil bagi anda, bisa jadi hal itu sesuatu yang besar bagi orang lain.. ^^

(FIND ME ON TWITTER @UmmiHanifah_)


Rabu, 10 September 2014

Skripsi ohh Skripsi......

"SKRIPSI ?? OH NOOOOOO !! (T___T)"

Teriakan demikian yang ada di dalam pikiran sebagian mahasiswa tingkat TUA alias tingkat akhir
Skripsi merupakan suatu hal yang paling malas dilakukan, tapi gak bisa di tinggalkan, ibarat mantan ngajak balikan, maju ogah mundur berat *curhat*..

Ujian mahasiswa tingkat tua saat menyusun skripsi rata-rata terkendala di judul, lalu proposal, lalu lalu lalu laluuuu *kapan berlalu ohh skripsi.."
Waktu lagi semangat-semangatnya nyusun skripsi, ehh dosennya menjadi penghambat, susah di temui, terlalu banyak alasan.. Giliran mahasiswa udah mulai BADMOOD dengan skripsi, di tagih terus *ohh manusia*

Sebenarnya, cuma satu kunci sukses selama proses pengerjaan skripsi, gampang bingittzzz..
YOU WANNA KNOW ??
The answer is .......................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................... BE PATIENCE !!!


Ha ha ha.. Enjoy your life mahasiswa semester TUA !!! (^o^)v

(Find me on Twitter @UmmiHanifah_)

Selasa, 09 September 2014

IN RELATIONSHIP or JOMBLO

IN RELATIONSHIP
Hubungan yang diimpikan sebagian jomblo, dinilai bahwa hubungan ini adalah hubungan yang membahagiakan
Hubungan dimana sepasang manusia menjalin kasih, tanpa mengenal rasa sakit
Hanya kebahagiaan yang dirasakan..

Namun, ada juga yang IN RELATIONSHIP menilai bahwa jomblo jauh lebih membahagiakan, WHY??
Karena, jomblo itu bebas, ga ada mengatur, ga ada yang mengecewakan, ngapain aja boleh, ga harus absen kemanapun mau pergi..

PADAHAL!!
Kedua hal tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing..

(sebagian orang menilai)
IN RELATIONSHIP ::
- Kelebihan >> Ada yang perhatian, ada yang mengingatkan ini itu layaknya REMINDER di henpon, ada yang jagain, ada seseorang ketika yang lain 'pergi', dsb.
- Kekurangan >> Sebagian besar menilai BOROS, ga bebas berteman, laporan terus, stress bertambah (pas lagi berantem..), dsb.

JOMBLO ::
- Kelebihan >> Bebas melakukan apapun, berteman & bergaul dengan siapapun, ga stress mikiran cinta, ga harus absen kemanapun mau pergi, yang jelas duit abis cuma buat diri sendiri alias ga boros..
- Kekurangan >> Merasa kesepian (sekalipun ada sahabat..), kemana-mana sendirian (kadang bengong kayak kambing congek..)

SO !!
Jangan mudah menilai sesuatu segitu gampangnya, karna belum tentu kenyataannya demikian.. Orang terlihat HAPPY belum tentu HAPPY.. Kadang orang terlihat sangat happy, justu dia sedang merasa VERY SAD *emot nangis*

Nikmati aja hidup kalian & jangan lupa bersyukur, ntah dalam keadaan JOMBLO or IN RELATIONSHIP..

Salam !! (^____^)v

Kamis, 25 Juli 2013

Sriwijaya FC For Charity : Ramadhan 1434 H

Bekerjasama dengan komunitas berbasis Palembang :

1. Facebook : Wong Palembang Nian (WPN)
2. Twitter : @WPN_Kito, @BedolorGalo, @AsliWongKito, @SimiPalembang,@DokterKito, @BahasaPLG, @UwongLamo

Setiap memasuki Bulan Ramadhan, Sriwijaya FC (SFC) sbg tim kebanggaan Wong Kito senantiasa mengadakan Program Amal. Untuk tahun ini ada dua Program Amal yang di prakarsai SFC, yaitu :

1. Aksi Donor Darah

Menyikapi stok darah PMI UPTD Palembang yang selalu menipis di Bulan Ramadhan, sedangkan yang membutuhkan darah sangat banyak. Maka SFC akan mengadakan Aksi Donor Darah.

Kegiatan ini akan diadakan pada hari Minggu, 4 Agustus 2013 di Mess Pertiwi Jln. Bay Salim Sekip Palembang.

Acara : Berbuka puasa bersama, Sholat Maghrib & Donor Darah

Pendaftaran peserta Donor Darah, bisa dilakukan mulai hari ini Rabu, 24 Juli 2013 s.d Rabu, 31 Juli 2013.
Target : 100 Pendonor

Pendaftaran :

1. Sekretariat SFC (Komplek Palembang Square Blok R 130) pukul 09.00 WIB s.d 16.00 WIB.

2. Atau hubungi Contact Person dibawah ini :
a. Dhenny Pratama : 089683307067
b. Ummi Hanifah : 085840125776
c. Rendy - 08893808032
d. Sufi - 081994967810

2. Pengumpulan Bantuan dari Masyarakat

Yang akan disalurkan kepada Panti Asuhan, Fakir Miskin dll, berupa :
Dana Tunai, Sembako, Pakaian Layak Pakai dan lain-lain

Sumbangan bisa diberikan di :

1. Sekretariat SFC (Komplek Palembang Square Blok R 130) pukul 09.00 WIB s.d 16.00 WIB.

2. Untuk sumbangan uang bisa melalui rekening :

a. BCA - 021 2663466 ( M Reza Tantowi – 085668415575 )
b. Bank Mandiri : 112-00-0671713-1 (Fansori Aan Ariadin - 081930691999)

NB : Selesai transfer harap konfirmasi ke nomor telpon yang di transfer

Semoga Amal Ibadah kita di Bulan Suci yang penuh rahmat ini mendapat ganjaran yang setimpal dari ALLAH Subhanahu Waa Ta'ala
Aamiin Yaa Robbal 'alamiin..

Rabu, 10 Juli 2013

Public Relation Officer of KFC (Final Exam)

Kami dari pihak KFC hendak menanggapi kesalah pahaman yang terjadi antara salah satu konsumen, yaitu mengenai keterlambatan datangnya pesanan makanan dan kekurangan dalam jumlah makanan yang dipesan. Bahwa yang sebenarnya kami sudah menegur KFC cabang Sunter Mall, dan kami tidak mengacuhkan laporan dari konsumen, kami menerima dan menanggapi apa yang konsumen laporkan, bahkan kami juga sudah menghubungi KFC Sunter Mall untuk segera mengatasinya.

Setelah kami menerima laporan mengenai masalah tersebut, kami mencoba untuk menghubungi kembali konsumen tersebut, untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi yang menyebabkan keterlambatan dan kekurangan jumlah makanan yang dipesan & segera meminta maaf atas kesalahan yang telah terjadi dan mengganti kerugian konsumen.

Selasa, 09 Juli 2013

Menabur Jejak di Tiga Kota

Pagi itu atmosfir di halaman kantor Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Raden Fatah tidak seperti biasanya. Pukul 07.00 lima bus Pariwisata milik Yoanda Prima dan Epa Star terparkir berjejer di sepanjang  jalan kampus depan kantor Dakwah. Kontan saja jalanan menjadi macet. Ruas jalan yang kecil yang sebagian lebar badannya sudah diparkiri bus besar. Orang-orang yang ingin menggunakan jalan pun kelihatan tak sabar. Bunyi klakson motor dan mobil ramai saling bersahutan. Terlihat beberapa kru bus mengatur lalu lintas pengguna jalan.

Kami tiba di kampus pagi itu dengan mengendarai taksi. Karena macet terpaksa turun di perempatan koperasi. Saya bersama Mom Manalul menarik travel bag masing-masing. Di punggung ada ransel. Di lengan kanan ada tas tangan. Agak repot juga. Menoleh ke belakang, ternyata beberapa mahasiswa juga melakukan hal yang sama. Terjebak macet beberapa meter dari kantor Dakwah. Jadilah mereka pun menarik travel bagnya.

Senyum terkembang saat memasuki parkiran fakultas. Rupanya ratusan travel bag telah lebih dulu parkir di ruang parkir mobil dekan. Entah mobil dekan parkir di mana. Begitu juga parkiran motor sudah diganti oleh travel bag. Kami pun ikut memarkir barang bawaan di sana. Belum sempat mengambil napas, sret, sret diserta kerlip telah menerpa wajah kami. Uh jepret-jepret dimulai. Hiruk pikuk mulai membuat pening.

Selang beberapa jam keriuhan itu mulai dikendalikan oleh Wakil Dekan I, Bapak Achmad Syarifuddin (nama facebooknya Syarif Syarifuddin). Melalui pengeras suara mahasiswa diminta untuk berkumpul dengan rapi mendengarkan sambutan sekaligus doa pelepasan dari Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Bapak Dr. Kusnadi, M.A. (maaf nama facebooknya belum bisa di-share). Suasana menjadi hikmat berdoa dalam kekhusyukan memohon keselamatan atas aktivitas yang akan dilakukan selanjutnya.

Ya, suasana pagi itu memang berbeda. Selasa, 18 Juni  2013 mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang terdiri atas empat jurusan: KPI, BPI, Jurnalistik, dan Sistem Informasi akan melakukan perjalanan ke tiga kota berbeda:  Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Jumlah mahasiswa 170 orang didampingi 13 dosen pembimbing lapangan (DPL). Hmmm pantas saja riuh ramai Fakultas Dakwah. Rupanya ada hajatan PPL.

Pukul 08.00 bus siap diberangkatkan. Bismillah. Mahasiswa mulai menempati bus masing-masing; bus 1, bus 2, bus 3, bus 4, bus 5. Semua sudah tertera dalam daftar yang dibuat oleh panitia. Nama ketua panitianya Fenny Purwani, M.Kom (itu tu si bunda Eva...merk mobilnya Evalia; istilah ini hanya untuk rekan sejawat, tidak untuk yang lainnya). Nah, panitia ini sehari-harinya dibantu oleh seorang cover boy (saya merekamnya dari Mas Delvi). Tahu kan siapa orangnya? Yeeee, semua tahulah. Si Kumbang yang selalu ngetem di ruang SI, Fenando, S Kom. Tour Operatornya tahu juga kan? Orang paling sibuk sejagat; mondar-mandir, menelpon atau ditelepon, mengatur segala sesuatunya. Badannya besar tapi langkahnya ringan ke sana ke mari. Dia  Delvi Romadoni, A. Md. Par. (SSttt yang ini tak sengaja kulihat di notebooknya).

Para DPL pun menempati bus masing-masing. Bus 1 ada nama Ruliansyah, Fenny Purwani, dan Indrawati. Ternyata pagi itu dapat kabar bahwa Pak Ruli tidak bisa ikut. Beliau ini punya penyakit maag akut. Nah, penyakit itu muncul tiba-tiba. Cek per cek malamnya Pak Ruli makan pecel lele. Nasib ya nasib. Terpaksa deh bongkar koper. Sementara nama yang satunya, bunda Eva kita, Fenny Purwani, naik pesawat ke Jakarta.  Beliau hanya datang  untuk melihat proses pemberangkatan, menitipkan sepatu dan cemilan di jalan. Jadi, Indrawati sendiri dong.

Tapi tidak. Ibu Manah Rasmanah datang menggantikan Pak Komar. Pak Komar dosen SI. Bu Manah dosen BPI. Tapi tak apalah ikut di bus 1 saja. Saya kan sendirian juga. Ok deh. Aman.
                Tiba-tiba seorang mahasiswa mendatangi saya.
                “Bu, teman kami, Nana belum datang.”
                “Hah, kok bisa. Kan sudah diberitahu kumpul pukul 07.00.”
                “Sudah dihubungi, Bu tapi tidak ada jawaban. Gimana dong, Bu?”

Sebenarnya saat itu saya juga gelisah. Ya, harus gimana lagi. Kalau bus ini harus berangkat sekarang, ya apa boleh buat kita tinggalkan satu orang, Rasna. Dia ditelepon, tidak diangkat juga.
Sama sekali tidak ada pemberitahuan. Ya, sudah. Bukan salah kita. Kataku membatin.

Detik-detik terakhir aku melihat seorang mahasiswa dibonceng dan berhenti di depan bus 1. Aku segera berteriak. “Bukan itu orangnya ya?” Kawannya segera mendongak dan betul, dialah orang yang dinanti. Kawannya kegirangan. Rasna bergegas ke bus-1. Masih di kampus sudah telat?

Bus pun mulai bergerak perlahan. Meninggalkan kampus dengan segudang rencana dan harapan. Saat mulai melaju seorang laki-laki berperawakan besar mulai cas cis cus dengan mic yang tersedia di dalam bus. Ya. Bus itu dilengkapi dengan sound system dan LCD. Mulailah laki-laki itu memperkenalkan kawannya, driver dan co-driver.

“Selamat pagi, Ibu. Selamat Pagi, Adik-Adik. Kami dari Medini Tour dan Travel akan menemani perjalanan adik-adik. Perkenalkan driver kita Pak Setra.” Laki-laki itu mulai angkat bicara sambil berdiri menghadap ke mahasiswa.
“Haaaaaaiiiiiiiiiiiiiii Pak Setra.” Mahasiswa menyambut dengan koor tanpa dikomando.
Lalu Pak Setra mengangkat tangan, tersenyum sambil, “Haaaai juga.”
Selanjutnya laki-laki itu memperkenalkan kawannya yang satu lagi.
“Co-driver kita namanya Mas Bawal.”
Serentak mahasiswa menyapa lagi, “Haaaaiiiii Mas Bawal.” Senyum Mas Bawal mengembang membalikkan badannya ke arah mahasiswa, mengangkat tangan lalu, “Hai, semua.”

Giliran laki-laki itu memperkenalkan diri. “Saya Delvi. Delvi artinya tujuh belas. Lengkapnya Delvi Romadoni. Jadi 17 Romadan. Kebetulan saya dipercaya untuk menemani perjalanan Anda.”  Saat itu terbersit tanya dalam hati saya delvi itu bahasa apa, kok artinya tujuh belas. Tapi tak jadi. Aku senyum-senyum saja sendiri. Dalam hati menunggu giliran untuk diperkenalkan. Saya yakin di antara mahasiswa itu ada yang tidak mengenal bu Indra dan bu Manah. Beberapa di antara mereka masih asing buat saya. Saya tidak pernah mengajar mereka. Menunggu beberapa menit tapi rupanya acara perkenalan (bukan perkenalan melainkan memperkenalkan diri) pagi itu sudah selesai. Mau dikenal ni yee, gumamku dalam hati.

Ya, biasalah pertemuan pertama masih kaku. Sesaat sepi. Pada jam-jam berikutnya saya minta izin bu Manah untuk tidur sambil baca buku. Tapi tak bisa tidur juga. Buku baru saya begitu menggoda. Tak bisa saya menutupnya sekejap pun. Rantau 1 Muara, buku ketiga dari trilogi Negeri 5 Menara. Baru saja dilaunching. Hmmmm, maaf bu Manah, tidak bermaksud pamer suka baca tapi sungguh, buku itu sudah dinanti sejak dua tahun lalu. Dan membacanya di bus sangat mengasyikkan. Aku jadi mengacuhkan ibu Manah. Sementara mahasiswa sudah menyanyi dari tadi. Sepanjang jalan.

Sekitar pukul 11.00 rombongan tiba di Rumah Makan Pagi Sore Teluk Gelam. Saatnya meluruskan badan, mengisi perut, dan bersujud kepada-Nya. Di RM Pagi Sore, para DPL ditempatkan di ruang VIP (?). Maksudnya ruang khusus yang terpisah dengan mahasiswa. Berada di sebelah kanan bila memasuki gedung utama dan letaknya di sebelah kiri bila berjalan keluar meninggalkan gedung utama. Cukup jelas kan? Di ruang ini sudah terhidang menu untuk para DPL. Boleh pesan minuman. Menunya rendang, ayam goreng, pecel, kuah gulai (asli hanya kuah tidak ada isi), sambal hijau, dan tidak ketinggalan krupuk. Makan dengan lahap karena memang perut sudah lapar. Ada organ tunggal juga. Nikmat. Sementara mahasiswa ditempatkan di gedung utama dengan menu prasmanan. Mereka membentuk barisan panjang, antre.

Rumah Makan Pagi Sore Teluk Gelam cukup besar. Halaman parkirnya sangat luas. Bisa menampung puluhan bus ataupun mobil besar lainnya. Di sisinya ada masjid. Agak terpisah dari rumah makan. Sambil menunggu waktu zuhur kami duduk di dalam masjid. Karena kami dalam perjalanan, salat akan dijamak. Shalat zuhur empat rakaat berjamaah. Setelah itu ditambah dua rakaat untuk ashar. Alhamdulillah. Tak henti kami berdoa semoga Allah memberi keselamatan dalam perjalanan ini. Tak pernah terlintas dalam benak kami bahwa cara salat berjamaah yang dijamak dalam perjalanan menjadi pelajaran penting bagi mahasiswa. Beberapa di antara mereka ternyata belum paham. Pelajaran pertama bagi yang mengambil hikmah perjalanan ini.

Sebelum pukul 14.00 kami sudah meninggalkan rumah makan. Suasana di dalam bus masih seperti tadi. Full music. Sopir kami, Pak Setra tidak buru-buru. Santai saja menyetir. Hal ini sangat membantu saya meneruskan bacaan. Malah kami sempat berhenti menunggu bus yang lain. Rupanya kami melaju sendiri. Jepret-jepret tidak bisa dihindari. Narsis amat foto di tengah jalan. Ya, berdirilah, ya duduklah.

Bus 2 di bawah asuhan coverboy kita, Pak Nando. Mestinya dengan Pak Aminullah. Tapi karena ada urusan di Jakarta, jadi duluan naik pesawat. Travel bag dititip di bus. Hm... Pak Nando sendirian. Kaum Hawa penghuni bus ini bersorak. Setidaknya ada pemandangan segar penghalau rasa capek di jalan. Grrrrr. Benar kan?

Bus 3 dikawal lengkap oleh bu Nuraida (sering disapa bu walkot; terbatas), bu Muzaiyanah, dan Pak Puji Edi (Mas Pijay,ini juga untuk kalangan terbatas). Rupanya di bus ini tidak ada musik. Tidak ada radio. Aduh kasihan benar deh. Jadi ngapain saja ya mereka? Eiiit... jangan salah. Justru karena tidak ada fasilitas itu mereka unjuk kebolehan. Kreativitas mereka muncul. Nyanyi sendiri, bersahut-sahutan, ngamen juga barangkali, aneka macam deh.

Bus 4 dijaga ketat (kok?) oleh Mom Manalullaili, dan Pak Aji Isnaini. Harusnya ada Pak Achmad Syarif juga. Tapi beliau sudah tiba duluan di Jakarta.  Naik Pesawat. Penumpang bus ini adalah mahasiswa KPI. Menyanyi di bis itu sudah pasti. Lainnya, seruan yang tak kalah membuat merinding bulu kuduk. Tasbih, tahmid, dan tahlil berkumandang di sini.

Bus 5 yang ditumpangi oleh mahasiswa BPI dikomandoi oleh bu Neni Noviza dan pak Ainur Rapik. Bapak ini penggemar berat Rhoma Irama. Jadi, sepanjang jalan full music dangdut dari bang haji. Tapi tentu saja sesekali diselingi musik yang lain.

Malam menjelang. Rombongan tiba di RM. HR. Putra Way Jepara di Lampung Selatan. Untuk sampai ke pelabuhan Bakaueni kira-kira diperlukan waktu tiga jam lagi. Saatnya sekarang makan malam dan bersujud kepada-Nya memohon keselamatan. Tour operator memperingatkan untuk tidak terlalu lama menghabiskan waktu. Di penyeberangan sedang ada antrian panjang. Maka kami pun bergegas.

Dari sini semua bis berjalan beriringan. Kami berharap sesampai di pelabuhan kelima bis ini dapat menyeberang bersama. Semua harap-harap cemas. Tak ada lagi karaoke. Jalan yang kami lalui pun unik. Menurut Mas Delvi, di sepanjang jalan itu ada 13 titik jalan rusak. Beberapa meter rusak beberapa meter bagus lagi lalu rusak terus bagus lagi. Aneh. Setiap jalan rusak sopir harus mengeluarkan uang sepantasnya bagi warga yang kebetulan sedang bertugas(?) di situ. Bila tidak,waduuh .... Pengalaman ini menjadi menarik menyadarkan kita begitu banyak persoalan yang belum selesai di republik ini. Sekeliling sunyi.  Aku menduga semua tenggelam dalam doa.

Pukul 24.00 semua bus sudah berada di kapal penyeberangan. Segera mahasiswa menghambur mencari tempat istirahat. DPL pun tak ketinggalan. Mahasiswa boleh menempati ruang mana saja asal tetap berhati-hati dan waspada. Tas, dompet, dan barang bawaan lainnya tidak boleh lalai dari pengawasan sendiri. Peringatan ini kami sampaikan berulang-ulang kepada mahasiswa. Selain itu petugas kapal juga memberikan peringatan yang sama. Tapi tetap saja ada yang naas. Kehilangan dompet.

Suasana di kapal padat penumpang. Tak ada tempat untuk merebahkan diri. Hanya bisa duduk. Sesekali ombak menghantam badan kapal. Kapal terasa oleng ke kiri ke kanan. Ternyata komandan bus 3 Mom Manal ketakutan. Beliau takut kedalaman. Hah? Baru tahu kan? Arus lalu lintas laut dini hari itu sangat ramai. Kapal yang kami tumpangi rupanya mengalami delay juga. Kami terlambat tiba di pelabuhan Merak. Sesaat melirik jam sudah pukul 04. 15.

Dalam itinerary  bila rombongan bisa berlabuh di Merak pukul 03.00 maka salat subuh dan bersih-bersih diri bisa dilakukan di Masjid Istiqlal. Tapi rencana ini kemudian berubah. Bukan salah siapa-siapa. Situasi di penyeberangan menjadikan kita harus punya alternatif. Salat subuh di rest area yang ada di beberapa titik jalan tol menjadi pilihan.

Mandi? Tunggu dulu. Bukan di sini tempatnya. Lanjutkan perjalanan. Ke rest area berikutnya? Oh, ternyata tidak juga. Mandi bukan di sini.  Tour operator beserta kru membawa kami ke water boom. Asyiik. Bisa berenang nih. Hmm.... Rupanya rombongan ini datang terlalu pagi. Water boom belum buka.  Mas Delvi dan kawan-kawan sibuk. Mukanya tegang. Negosiasi mungkin? Agak lama juga. Lalu mereka kembali ke bus masing-masing.
                “Tidak usah mandi ya!”  Mas Delvi menyampaikan dengan muka kuyu.
                “Huuuuuuu,” mahasiswa kecewa. Tapi melihat usaha tour operator beserta kru, apa boleh buat. Inilah pelajaran kedua. Berdamai dengan keadaan yang tidak diinginkan, tidak panik, dan segera mengambil tindakan.

Di bus 1 saya mencoba menenangkan mahasiswa, “Kita boleh berencana tapi kadang rencana kita tidak sesuai harapan. Ayo, lakukan sesuatu. Ganti baju. Bersihkan muka, berdandan.”

Saya sendiri berjalan ke belakang menuju kamar istirahat sopir. Di sana saya mengganti pakaian. Keluar dari kamar itu dengan pakaian baru. Berhasil. Mahasiswi mengikuti. Hingga semua beres. Saatnya sarapan. Nasi kotak makan di mobil.  Lupakan soal mandi.

Daripada menggerutu tidak mandi, lebih baik bergegas menuju UIN Syarif Hidayatullah. Sesuai jadwal mereka akan menerima rombongan pukul 09.00. Mungkin di sana bisa numpang kamar mandi. Sekadar menjawab panggilan alam.

Memulai langkah di Jakarta

Tanpa istirahat dan tanpa mandi kunjungan ke UIN Jakarta dimulai. Kecewa? Tidak lagi tuh.
Semangat. Buktinya, jepret sana jepret sini. Hasilnya? Tidak ketahuan kalau rombongan ini tidak mandi. Cantik-cantik dan gagah-gagah. Tak ada lagi wajah merengut. Semua sadar kamera. Action.
Di UIN Jakarta, rombongan mulai berpisah. Bus 1 dan 2 yang beranggotakan mahasiswa SI menuju  Fakultas Sains dan Teknologi. Bus 3, 4, dan 5: Jurnalistik, KPI, dan BPI menuju Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

Fakultas Sains dan Teknologi. Jurusan SI diterima oleh rombongan dekanat di sebuah ruang terater. Hadir Dekan, Wadek I, Wadek II (mantan kajur SI), Ketua Lab, dan beberapa dosen lainnya. Mereka memulai presentasi. Tanya jawab berlangsung. Mereka bersedia menerima bila ada mahasiswa yang ingin menjalin kerja sama dengan jurusan yang ada di sana. Mahasiswa mereka aktif melakukan penelitian dan juga melakukan banyak hal. Dialog ini memacu semangat dosen dan mahasiswa untuk segera berbenah. Setelah dialog  jangan lupa menikmati snack box yang disediakan oleh tuan rumah.

Keluar dari fakultas, rombongan SI diantar ke laboratorium center. Laboratorium di sana adalah laboratorium terpadu. Berpusat di satu gedung. Lab SI maaf lupa di lantai berapa. Pokoknya naik lift menuju ke tempat itu. Beberapa mahasiswa mencoba beberapa peralatan. Ya, memang fasilitasnya berbeda dengan kita. Tentu saja. Dan sangat tidak layak bila membandingkannya dengan keadaan kita. Toh mereka sudah memulainya jauh sebelum kita memulai. Maka wajar bila kita berbeda. Untuk itulah kita ingin melihat dan belajar kepada mereka.

Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Rombongan ini: KPI, BPI, dan Jurnalistik juga diterima oleh rombongan dekanat dan jurusan di sebuah ruang teater. Pihak UIN Jakarta telah menyiapkan penyambutan yang wahhhh. Ada perkenalan. Lalu presentasi dari setiap jurusan. Setelah itu baru diantar ke jurusan masing-masing. Tidak ketinggalan menjelajah ke ruang lab. Mereka punya laboratorium radio, televisi, foto, dan percetakan. Woooow super lengkap. Di ruang ini juga berfungsi sebagai ruang konseling. Mahasiswa mampu membuat film dokumenter. Dan itu ditayangkan di hadapan mahasiswa. Amazing. Eiiit, jangan lupa mahasiswa KPI, Didi Mudiono, mencoba lab radio. Dia on air. Kereeeeeen. Yuk, semangat. Gali lebih banyak lagi ilmu mereka.

Masih di Fak. Dakwah. Rombongan ini dijamu makan siang. Sebenarnya rombongan SI juga diajak. Tapi karena harus meninggalkan lokasi, jadinya makan siang di bus. Tak mengapalah.  Dalam ramah-tamah itu seorang DPL kita disangka dekan. Beliau kajur Jurnalistik (bu walkot). Iiiiiii grrrrrrrrr. Tidak mandi saja sudah disangka dekan. Gimana kalau mandi yeeeeeee?

Azan zuhur berkumandang. Segera kami menunaikan salat di masjid kampus. Adem rasanya. Sejuk. Setelah kunjungan ke UIN Syarif rombongan harus berpisah lagi. Bus 1 dan 2 ke Trans 7, BPI ke klinik Dadang Hawari, KPI dan Jurnalistik ke manajemen Indosiar.

Di Trans 7. Mahasiswa diajak melihat proses produksi Overa Van Java. Rombongan kami tiba lebih awal. Itu permintaan dari pihak manajemen. Bila tidak, rombongan tidak boleh masuk. Aduuuh, jangan sampai. Ternyata mereka sangat disiplin. Itu salah satu etos kerja yang harusnya dilirik oleh semua orang, termasuk mahasiswa dan DPL-nya. Bayangkan saja. Di depan studio ada kursi kosong. Saya permisi untuk duduk di situ tapi tidak diizinkan security. Wooow luar biasa. Tapi itulah aturan kerja mereka. Selang sejam menunggu duduk berjejer di parkiran di bawah terik matahari, rombongan dipanggil memasuki studio. Ohhhh.... Beginikah rupanya kerja para kru televisi. Teratur, disiplin, tidak banyak suara lebih banyak menggunakan kinestetik. Semua aba-aba menggunakan gerak tangan. Sebelum syuting OVJ, kru mengumumkan akan ada pemilihan pemeran pembantu. Deg-degan ya? Atau malah was-was: jangan saya (soalnya belum mandi haha). Yang hadir di studio saat itu dari berbagai daerah. Ada rombongan dari Malang, ada rombongan sekolah kejuruan dari Semarang, dan juga dari daerah lain. Ternyata... oh ternyata. Nasib baik berpihak kepada mereka yang tidak mandi. Salah satu mahasiswa SI, Lukman  terpilih menjadi pemeran pembantu. Ho hoooooi. Beruntung sekali kamu. Apa wajahnya mirip Sule ya? Entahlah. Kalian yang belum kenal boleh kenalan sama dia. Pernah syuting OVJ lho.

Di Klinik Dadang Hawari. Bus 5 rombongan BPI menuju Madani Health Care. Tempat ini adalah klinik untuk merehabilitasi pengguna narkoba dan penyakit jiwa lainnya. Letak klinik ini berada di tengah permukiman penduduk. Tidak tampak sebagai klinik. Model klinik ini adalah rumah seperti rumah penduduk lainnya. Rumah ini disumbangkan oleh ketua yayasan pemilik klinik dan menerapkan metode penyembuhan ala Dadang Hawari. Kenal dengan Prof. Dadang Hawari? Bila tidak segeralah berkenalan setidaknya lewat karyanya. Berkunjung ke klinik ini sangat menggugah hati. Mahasiswa berdialog dengan mantan pengguna narkoba. Santri (sebutan untuk pasien) ini mengaku sangat menyesal dan tidak ingin terjerumus lagi. Santri? Ya. Orang-orang yang direhab di tempat itu disebut santri. Metode Dadang Hawari ini meliputi penyembuhan fisik, psikis, sosial, spiritual dan pembinaan keterampilan. Mengagumkan. Ada hal sederhana yang membuat mahasiswa terhentak trenyuh. Saat masuk ke rumah itu mereka membuka sepatu dan meletakkannya semrawut. Begitu pamit pulang, sepatu mereka sudah disusun rapi oleh santri yang sedang direhab itu. Subhanallah. Apakah kita dapat mengambil pelajaran dari ini semua?

Di Manajemen Indosiar. Bis 3 dan 4: KPI dan Jurnalistik berkunjung ke Indosiar. Mereka disambut oleh pihak manajemen. Manajemen Indosiar memberikan sambutan dan beberapa penjelasan  tentang aktivitas yang dilakukan di studio khususnya di studio 5. Lalu mereka mengajak rombongan mengelilingi studio dan melihat-lihat beberapa persiapan tayangan indosiar. Mahasiswa dapat melihat langsung alat-alat dan properti yang digunakan bila ingin syuting. Beberapa tayangan dilakukan dengan dubbing. Mahasiswa penasaran dan segera bertanya seperti apa sih proses dubbing itu.

Selepas magrib bus 1 dan 2 meninggalkan Jakarta menuju Bandung. Sementara bis lainnya masih harus mengikuti proses produksi tayangan  Bukan empat mata di Trans 7. Rombongan BPI, KPI, dan Jurnalistik bertemu kembali di studio itu. Sssssssttttt. Ada yang dapat hadiah baju kaos. Ceritanya begini. Pak Tukul menyapa penonton di studio. Kebetulan Adnan, mahasiswa KPI duduk di depan. Pak Tukul menunjuk Adnan dan menyapa,” Kamu belum mandi ya? Kok bau banget?” Dengan lugas Adnan menjawab, “Ya.”  Lalu dia berbisik ke Mom Manal,” Kok Pak Tukul tahu saya belum mandi?”      Ahh...dasar Adnan.

Perjalanan menuju Bandung. Bus 1 dan 2 berangkat lebih awal. Bus lain meninggalkan Jakarta sekitar Pukul 22.00. Tidak banyak yang dapat diceritakan di sini. Semua sudah lelah. Setelah makan malam di bus mahasiswa tertidur. Bus 1 dan 2 check in di hotel Baltika Bandung sekitar pukul 22.00. Segera saja kami menghambur masuk ke kamar masing-masing. Tarik napas, lemparkan badan ke atas kasur. Oo, nikmatnya. Setelah tidak pernah merebahkan badan selama hampir  dua hari dua malam.

Setelah istirahat sejenak, mandi lalu salat. Teringat besok pagi harus check out saya menemui beberapa mahasiswa di lobby hotel untuk menyiapkan pakaian ganti di tas masing-masing. Sebagian dari mereka sedang menikmati suasana sekitar hotel. Saya melihat penjual wedang keliling. Mencoba menikmatinya semangkuk. Hmm. Hangat. Karena sudah larut malam kami kembali ke kamar. Bu Manah, teman sekamar saya tiba di hotel sekitar  pukul 03.00 dini hari. Terlihat beliau kelelahan.

                “kriing...kring..” Telepon genggam saya berdering. Ibu Muzayana? Kok nelpon pukul 04.00.
                “Hoi, bangun salat subuh. Enak saja tidur terus.” Ibu Yana berteriak di telepon.
                “Oi, tidurlah dulu. Belum waktunya. Dikit lagi.” Balasku tak bergairah.
                “Oi, bangun. Kami ini baru sampai. Mobil kami rusak.”
                “Astaga, jadi?” Barulah aku antusias bertanya.
                “Ya, sudah. Solat dulu baru tidur.”

Telepon genggamnya berhenti bercuap-cuap. Kasihan deh. Ternyata sebelum sampai bus 3 rusak di jalan tol Buah Batu. Tour Operator segera mengirimkan bus 5 untuk menjemput mereka. Terbayang kegundahan di hatinya. Tapi kita harus yakin bahwa ada hikmah di baliknya.
 
Mengukir Kenangan di Bandung

Pagi merekah di hotel Baltika. Ritual pagi tidak boleh terlewatkan. Sarapan. Di resto hotel sudah tersedia hidangan prasmanan. Makan dengan lahap untuk menyiapkan energi buat aktivitas selanjutnya. Lalu siap check out. Eiiitttt, tunggu dulu. Mom Manal dan bu Neni kok belum kelihatan? Telepon ah.

                “Hai, sarapan. Kita sudah bersiap check out.” Demikian aku menelponnya.
                “ Hah, jam berapa sekarang?” Mom menyahut dari sana.

Pukul 07.00 rupanya mereka belum terbangun. Akibat kelelahan semalam barangkali. Lalu mereka pun berkemas. Travel bag kembali memenuhi lobby hotel.  Senyum mereka tersungging. Semangat. Sepertinya rasa lelah sudah hilang. Apalagi di depan hotel ada pemandangan segar. Sejumlah dagangan digelar di jalan depan hotel. Ramai kerumunan di sana. Tak ketinggalan kilauan blitz, jepret-jepret. Jangan sampai ada yang tidak terekam dalam gambar.

Hari ini hari ketiga. Kamis, 20 Juni 2013. Setelah check out di hotel Baltika, rombongan akan berpisah lagi. SI ke Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung. BPI ke Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS), dan KPI serta Jurnalistik ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Di LAPAN, rombongan tiba sekitar pukul 09.00. Dijemput oleh petugas piket. Mahasiswa diminta berbaris menggunakan jaket almamater. Jadilah barisan hijau panjang. Dikomando oleh petugas piket perempuan diantar ke aula di lantai 3. Waduh, kesannya kayak di militer gitu. Rombongan disambut oleh ketua bidang teknologi dan pengamatan. Selain itu juga telah hadir dua orang pembicara. Mereka adalah peneliti yang berlatar belakang keilmuan sistem informasi. Berbagai hasil penelitian ditayangkan serta peran penting sisitem informasi di LAPAN.  Mahasiswa sangat antusias menanyakan berbagai hal. Tergambar bahwa banyak pengalaman baru ditoreh di tempat ini. Juga terbuka kesempatan bila ingin melakukan kerja sama penelitian. Sebelum pukul 12 , acara selesai. Istirahat beberapa jenak, sholat zuhur di LAPAN, rombongan akan ke Cibaduyut.

Di STKS. STKS adalah satu-satunya sekolah kedinasan di bidang pekerjaan sosial yang berada di bawah kemensos. Mahasiswanya berasal dari seluruh provinsi yang ada di seluruh Indonesia dengan kuota terbatas hanya lima orang setiap provinsi.  Kuota ini bisa ditambah khusus untuk daerah rawan konflik dan bencana. Berkunjung ke tempat ini memberikan wawasan kepada mahasiswa tentang pentingnya studi konseling dan kesejahteraan sosial. Di tempat ini beberapa mahasiswa mencoba berbagai alat untuk mengetes kesehatan. Juga terdapat ruang konseling dengan model standar.

Di LIPI Bandung. Rombongan KPI dan Jurnalistik diterima di aula. LIPI memberikan presentasi mengenai hasil-hasil  penelitian yang telah dilakukan. Memang penjelasan dari LIPI lebih mengarah ke penelitian berbasis IPTEK yang humanis. Tapi jangan salah ya. Orang-orang komunikasi dan jurnalistiklah yang berperan untuk mengkomunikasikannya kepada masyarakat. Dialog pun berlangsung. Pastilah ada hal yang meninspirasi dari tempat ini.

Siang hari setelah kunjungan, rombongan bergerak ke Cibaduyut. Sentra kerajinan kulit dan sepatu. Ya, tempat ini memang tempat wisata belanja. Setelah beberapa hari melakukan kunjungan ilmiah, wajar kalau mengunjungi tempat-tempat khusus di kota itu. Jadi bis 3 dan 4 parkir di Gruffi sementara bis 1 dan 2 parkir di Oval. Semuanya daerah Cibaduyut. Sssssstttt. Ada yang garing lho. Ada orang ditinggal bis. Kasih tahu nggak yaa? Ah, browsing aja sendiri.

Pukul 16.00 rombongan akan melanjutkan perjalanan ke Yogya. Sebelumnya mampir dulu  makan malam dan salat di RM. Sukahati Cipancing. Di tempat ini kami istirahat agak lama. Menunggu bus pengganti yang rusak kemarin. Semua menunggu dengan gelisah. Ada nggak ya? Kok lama? Jam berapa? Beragam pertanyaan muncul. Sesekali  muncul pikiran negatif.  Tapi ah... menunggu sajalah. Toh, tour operatornya sudah meyakinkan bahwa busnya sedang menuju ke rumah makan. Ayo, nikmati saja tempat ini. Di Sukahati  begitu ramai. Banyak sekali bus antarkota yang parkir. Maka bisa ditebak. Pedagang juga banyak. Wa..s...pa...daa....Di sini seperti pasar malam. Banyak sekali jenis barang yang ditawarkan. Souvenir. Ah, sayang kalau dilewatkan. Beli sedikit sebagai tanda pernah parkir di Sukahati. Jepret-jepret tentu saja tak bisa diabaikan.

Di rumah makan ini masih ada cerita garing. Jadi, DPL makan di ruang khusus. Menu prasmanan. Ada sup, tahu, dan perkedel. Sebelahnya mirip tempe. Potongannya persis tempe; segi empat seukuran tiga jari berbumbu kuning. Dalam hati, kok tumben makan kali ini lauknya tempe tahu. Tapi tetap juga ambil sepotong yang mirip tempe itu. Dari penampilannya kayaknya enak. Dibaluri bumbu. Ambil. Makan. Habis.

Setelah tandas baru bertanya,”Tempe tadi dimasak apa ya?  Bumbunya enak.”
Spontan pertanyaan saya disambut tawa oleh DPL lain.
“ Jangan-jangan, di rumah, makan tempe terus, jadi daging pun sudah rasa tempe.”
“Grrrrrrr. Hahahahha. Udah berapa lama tidak makan daging, Bu?” Yang lain menimpali.
“Astaga, jadi yang tadi itu daging. Astagfirullah.” Begitu kuatnya pikiran dapat mempengaruhi seseorang. Dari awal melihatnya saya yakin bahwa itu tempe. Hingga gigitan terakhir tak pernah terbersit dalam hati saya bahwa itu daging. Astagfirullah. Saya tertawa-tawa sendiri mengenangnya. Apa mungkin saya mengalami gangguan psikologis. Toloooooong. Bus yang ditunggu akhirnya tiba. Alhamdulillah. Seruan lega. Perjalanan bisa dilanjutkan kembali. Kali ini bus pengganti full music. Mereka bernyanyi sepanjang jalan. Balas dendam ni yee. Perjalanan menuju Yogya lewat jalur selatan. Naik turun tanjakan berkelok-kelok tajam. Tak sedikit pun saya dapat memicingkan mata. Mahasiswa yang tidak tahan dengan kondisi ini mulai pening, mual, bahkan ada yang muntah. Untung saja P3K telah disiapkan oleh pihak travel lengkap dengan kantong plastik tempat muntah. Tapi telat ada yang sudah muntah duluan. Ditadah di bajunya kali. Atau di selimut. Iiih jorok. Maafkan saja ya. Namanya muntah kan tidak minta izin dulu langsung muncrat saja. Selanjutnya masih harus memperhatikan kondisi mahasiswa. Sepanjang jalan ada saja yang minta obat. Yang paling laris adalah obat anti mabuk. Sebelum masuk Yogya, kami mampir salat subuh di pom bensin. Biar lega dan tidak terburu-buru. Di ufuk timur, mentari telah memerah menyambut kedatangan lima bus dari Palembang.

Mengurai  kharisma Yogya

Jumat, 21 Juni 2013. Hari keempat rombongan akan melakukan aktivitas di Yogya hingga hari Sabtu. Rombongan transit di RM. Paradise, Yogya. Rumah makan ini  dapat menampung 1000 orang. Tapi tetap saja kelihatan kecil karena pada saat itu begitu banyak rombongan siswa dan mahasiswa dari kota lain. Padat berjubel. Maklum memang musim libur. Sepertinya kita harus waspada. Yogya bakal macet.

Setelah melakukan ritual pagi di rumah makan ini, rombongan akan berpisah lagi. BPI ke Rumah Sakit Jiwa GRHASIA, KPI dan Jurnalistik ke UIN Sunan Kalijaga, dan SI ke Rumah Pintar. Berhubung hari ini hari Jumat, salat Jumat di lokasi masing-masing.

Di Rumah sakit jiwa GRHASIA. Lokasinya agak jauh bertempat di Kaliurang km. 17 daerah Pakem. Rumah sakita ini adalah rumah sakit pemerintah DIY, sudah ISO. Rombongan disambut oleh Humas RS diajak berkeliling bangsal melihat kondisi pasien. Beberapa mahasiswa ragu-ragu, aman nggak ya. Tapi petugas di situ meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Hanya tidak diizinkan mengambil gambar. Jepret-jepret tidak boleh. Mahasiswa berdialog dengan petugas sambil berkeliling bangsal. Berbagai hal ditanyakan. Maka terkuaklah kenyataan bahwa beberapa pasien diambil dari jalanan. Sebagian lagi ada yang stres karena skripsi, juga ada yang karena cinta. Nauzubillahi min zalik. Mengharukan. Petugas membolehkan berdialog dengan beberapa pasien. Awal percakapan masih connect. Beberapa menit kemudian ngawur. Ya, beberapa terapi dan penanganan pasien dijelaskan oleh petugas. Oh, ya,  untuk masuk ke rumah sakit pengunjung bayar Rp 15.000,- per kepala. Tapi tenang saja, semua sudah ditangani oleh pihak travel.

Di UIN Sunan Kalijaga. Rombongan KPI dan Jurnalistik disambut dengan hangat. Ada Dekan, kajur dan beberapa orang dosen. Setelah melakukan presentasi, dialog,dan penanyangan film dokumenter, rombongan diajak ke ruang multipurpose di lantai 2 gedung serbaguna. Di tempat ini mahasiswa berinteraksi dengan mahasiswa UIN. Di sini ada laboratorium radio, televisi, dan studio foto. Mahasiswa antusias menanyakan beberapa program yang dikelola oleh mahasiswa UIN, bagaimana melakukan proses produksi radio dan tv kampus. Dan masih banyak lagi. Yang tak kalah seru, Putri Citra Hati, mahasiswa KPI, mencoba siaran di radio kampus. Woooo mantap.

Di Rumah Pintar. Sebelum masuk, Mas Delvi mengurus tiket dulu. Biaya per orang Rp 15.000,-. Tenang. Ini urusan travel. Yuk, segera mencari tahu apa saja yang ada dalam ruangan ini. Di gedung yang menjadi pintu masuk, rombongan menemui ulasan sejarah Yogya dan juga republik ini. Keluar dari gedung ini menuju gedung di sebelahnya, rombongan dapat melihat dan mempelajari berbagai hal. Di lantai satu bagian depan kita disambut dengan akuarium raksasa. Tentu saja ikan yang hidup di dalamnya besar-besar. Melangkah sedikit ke dalam, ada dinosaurus. Replika, maksudnya. Sejarah kehidupan manusia dan binatang zaman dulu.  Terus melangkahkan kaki ke dalam, di sinilah di pajang berbagai kreasi hasil ilmu pengetahuan dan teknologi. Menakjubkan. Beberapa mahasiswa mencoba berbagai peralatan yang ada di tempat itu. Ada petugas yang bisa membantu.  Bergerak ke atas melalui jalan melingkar sampailah di lantai dua. Di tempat ini lebih banyak lagi hasil penelitian ilmu alam, antariksa, iptek, sosial, budaya, dan lainnya. Pokoknya komplit. Sebelum keluar mampir dulu ke pasar buku. Ya, setelah memilih beberapa, eh rupanya buku baru yang aku baca di bus ada juga di situ. Harganya? Hanya sekitar 25% dari harga bukuku. OMG.

Selepas Jumat rombongan akan bertemu di Rumah Makan Lestari. Seperti biasa salat(perempuan) dan makan siang. Setelah menunggu agak lama bis 5  BPI baru tiba. Sekitar pukul 15.00. Rasanya mereka sudah lapar. Memang daerah Pakem tempat rumah sakit itu jauh. Wajar bila telat. Ya, apa boleh buat. Kami meninggalkan mereka dan berharap segera menyusul. Kali ini rencana berubah lagi. Mestinya ke pusat kerajinan batik di Beteng dilanjutkan ke Parangtritis. Tapi karena waktunya tidak memungkinkan, acara diubah. Ke Parangtritis dulu, sehabis makan malam baru bisa ke Beteng.

Oke, sajalah. Daripada lama bermusyawarah mufakat malah lebih banyak menghabiskan waktu. Fleksibel bukankah lebih asyik? Bus bergerak menuju Parangtritis. Tidak lama, bus 5 pun menyusul. Rombongan berkumpul lagi di tempat ini. Senang rasanya melihat keriangan mahasiswa bermain di laut. Penat hilang. Ssssssssssttttt. Ada yang ulang tahun. Pak Ainur Rapik. Nikmatilah hadiah ulang tahun dari mahasiswa. Pak Rapik diangkat lalu dilempar ke laut. Byurrr. Basah semua. Selamat ya, Pak.

Jelang petang, rombongan kembali ke Lestari untuk makan malam. Kehangatan diselingi canda tawa menjadi latar suasana malam itu. Seperti biasa Mas Delvi menyilakan para DPL untuk bersantap sambil menanyakan mau minum apa?
“Jus tomat.” Kata Pak Amin.
“Jus sirsak.” Kata Mas Pijay. Eh, maaf. Pak Puji. Dan banyak lagi pesanan lainnya.
“Jus oli.” Pesanan Pak Aji.
“Pake es, Pak?” Mas Delvi kembali bertanya.
“Ya, iyalah Mas Delvi. Jus itu kan pakai es, kalau tidak jadinya ju tomat, ju ir-ak.” Tawa membahana. Saya sendiri tetap setia dengan minuman kesukaan saya.
“Mas Delvi, saya...,” belum selesai bicara.
“Teh manis jambu panas.” Rupanya Mas Delvi sudah tahu.
“ Oh, terima kasih. Tidak pakai es, ya.”
Hening sejenak, saya menyadari kekeliruan saya.
“Maaf, Mas Delvi. Teh panasnya tetap pakai es. Kalau tidak, jadinya teh pana.”
Hahhahah. Suasana menjadi riuh. “Ahli bahasa (narsis) menyadari kesalahannya.” Ujar Bu Nur.  Sumpah lho. Baru kali ini saya melihat bu Manah tertawa sampai mengeluarkan air mata.

Lestari, terima kasih santap malammu kali ini. Perjalanan dilanjutkan ke Beteng, tempat pembuatan batik. Dari Beteng menuju Hotel Ogh Doni untuk istirahat. Tapi sayang, kalau melewatkan malam di Yogya dengan tidur saja. Tahu ke mana tujuannya? Malioboro, pastilah. Malam di Yogya identik dengan Malioboro. Let’s go. Keluar malam tidak termasuk dalam itinerary. Hanya inisiatif bersama.

Sabtu di hotel Ogh Doni. Setelah sarapan rombongan kembali disibukkan dengan memasukkan travel bag ke bus. Check out. Perjalanan hari ini adalah kunjungan sejarah. Dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ke kawasan Malioboro lalu ke Candi Borobudur.  Setelah mengunjungi Keraton, bus 1 minta diri untuk tidak ke kawasan Malioboro dan langsung menuju Borobudur dengan berbagai pertimbangan sebab hari itu Yogya sangat padat. Tiket Borobudur harus disiapkan lebih dulu. Bus lainnya menyusul.  Sebelum ke Borobudur, salat dan makan siang di Rumah Makan Baledono Salam. Di kawasan ini ada open kitchen bakpia. Bisa melihat langsung pembuatan bakpia, salah satu penganan khas Yogya. Ternyata bus 4 menyusul kami. Jadi dua bus tiba lebih awal di Borobudur.

Borobudur mendung menghitam. Beberapa menit berlalu titik-titik air mulai jatuh. Semakin deras. Ojek payung pun berdatangan. Jadilah kami komunitas berpayung. Seorang guide menemani rombongan berkeliling Borobudur. Tempat ini tetap saja memukau meski sudah beberapa kali mengunjunginya. Takjub.  Sangat disayangkan bila bagian dari keajaiban dunia ini tidak pernah disaksikan oleh anak bangsanya sendiri. Termasuk mahasiswa PPL. Tidaklah mungkin meninggalkan Yogya tanpa wisata sejarah. Yogya selalu menyimpan kharisma. Saya kira banyak orang berpendapat sama. Magrib tiba. Bus 1,2,3,4,dan 5 meninggalkan area parkir.

Masih di daerah sekitar Borobudur, rombongan transit salat dan makan malam di RM. Kampung Ulu. Tempatnya bagus dan sangat luas. Sepertinya di sini akan dibangun resort. Santap malam usai. Saatnya menyiapkan stamina untuk kembali ke Bandung melalui jalur selatan berkelok-kelok naik turun. Menegangkan. Beberapa mahasiswa minta obat lagi, juga siap-siap kantong plastik. Semoga dalam perjalanan menuju Bandung semuanya selamat. Saya yakin itu menjadi doa kami semua. Malam sunyi. Sesekali Pak sopir memutar lagu. Bunyinya lembut. Belum sampai di Bandung, azan subuh sudah berkumandang. Pak Sopir menghentikan mobilnya di Sari Manis. Sebuah tempat peristirahatan sekaligus juga pusat oleh-oleh. Kelima bus bertemu kembali di tempat ini setelah semalaman menempuh perjalanan panjang. Subuh selesai. Lega rasanya. Berangkat lagi. Kali ini rombongan akan transit di Rumah Makan Kampung Nagrek. Tapi sebelum sampai... sesuatu terjadi. Sopir kami, Pak Ragil mungkin kelelahan. Bus 1 menyenggol truk. Spion bus berpindah ke tenda yang menutupi badan truk. Tapi semuanya masih aman. Co-driver memberi aba-aba dengan baik. “Manual saja,” kata Mas Bawal.

Menggapai  Damai di Bandung  (II)

Bus parkir di Kampung Nagrek. Makannya lesehan di atas balai-balai. Nasi goreng, telur dadar plus teh tawar. Beberapa kawan minta gula. Di piring lalapan ada daun mint. Teh manis jambu panas plus daun mint. Hmmm... aromanya wangi menyegarkan. Ditambah pijat plus-plus. Plus injak plus jepret (jangan pikir negatif ya). Tukang pijatnya Bu Yana dan Mas Delvi.

Saatnya antre mandi. Airnya bermasalah, kurang lancar. Jadinya hanya mencuci yang penting-penting. Heheh. Biasa saja. Tidak mandi pun masih oke.

Menuju Darut Tauhid Aa’Gim. Parkir agak jauh dari lokasi karena lokasi parkir yang biasa digunakan sedang difungsikan untuk pemilihan walikota Bandung. Jalan kaki mendaki. Tapi ini lebih bagus buat kesehatan. Udaranya sejuk masih pagi pula. Rombongan diterima di Masjid Daarut Tauhid di lantai 2. Di lantai bawah berjejer kamar mandi dan tempat wudhu. Bersih dan wangi. Rasanya ingin mandi lagi. Semua tertata rapi. Pihak manajemen memperkenalkan berbagai unit usaha atau kegiatan yang dilakukan untuk berdakwah. Ada televisi, radio, pesan pendek(sms), dan banyak lagi. Setelah itu seorang trainer, adik Aa’Gym juga menyampaikan beberapa hal. Terjadi dialog. Semuanya usai menjelang zuhur. Rombongan ikut salat berjamaah zuhur di tempat ini. Dilanjutkan dengan melihat berbagai unit usaha baik ekonomi maupun pendidikan yang tersebar di kompleks itu. Tidak lupa makan siang di kompleks ini juga. Sejuk dan damai.

Hari sudah siang. Perjalanan akan dilanjutkan ke Tangkuban Perahu. Kali ini wisata alam. Subhanallah. Merinding juga melihat kawah gunung itu. Hijau mengepul. Asap belerang merebak. Pukul 17.00 tempat ini sudah ditutup. Rombongan pun diantar pulang. Sebelum check in di hotel Alam Permai, kami makan malam di Rumah Makan Grafika, Cikole.  Sejuknya bukan main. Rumah makan yang ditata indah berlatar gunung dan pohon pinus. Usai makan malam, DPL dan Tour operator meeting dulu. Tampaknya ada yang penting. Rupanya keinginan untuk mengunjungi Istiqlal. Maka disepakati bahwa besok rombongan harus meninggalkan Bandung pukul 07.00. Bila sampai di Jakarta pukul 10.00 kemungkinan besar bisa mengunjungi Istiqlal. Ini Pengumuman penting.

Bandung semakin malam. Waktunya check in. Istirahat di hotel Alam Permai untuk energi besok pagi. Harus check out sepagi mungkin. Subuh tiba. Semua bersiap. Selanjutnya, manusia hanya mampu berencana. Malamnya ada mahasiswa yang terserang asma tapi baru melapor usai subuh. Segera bu Fenny mengantar ke klinik. Untung ada klinik 24 jam tidak jauh dari tempat itu. Keberangkatan pun tertunda sekitar setengah jam.  Masih dengan harapan bisa ke Istiqlal. Tapi sungguh Tuhan berkehendak lain.  Di tengah perjalanan bus 1 mengalami gangguan. Kelima bus berhenti. Kru saling membantu. Bisa ditangani sekitar setengah jam kemudian. Pupuslah harapan itu. Tapi sekali lagi itu bukan kehendak manusia. Kita percayakan saja pada rencana Allah.

Dari LIPI Jakarta ke Ancol, menggenggam harap

Maka perjalanan pun dilanjutkan ke LIPI Jakarta untuk semua jurusan. Rombongan akan diterima pukul 13.00. Karena kami tiba lebih awal, ada kesempatan untuk makan siang dulu di halaman LIPI. Duduk lesehan di rumput hijau menikmati  sekotak nasi. Setelah itu salat di masjid LIPI. Sesuai jadwal, kami pun diperkenankan masuk ke ruangan. Di tempat ini diperkenalkan bentuk-bentuk penelitian yang dilakukan, dan kemungkinan terbukanya bentuk kerja sama penelitian. Banyak hal disampaikan oleh tiga orang pembicara. Inilah kunjungan terakhir ke instansi. Hari ini adalah hari ke tujuh. Senin, 24 Juni 2013.

Usai sudah perjalanan ini. Sebelum menuju Merak masih ada sisa waktu untuk menikmati senja di Pantai Ancol. Semua bis mengarah ke sana. Macet? Biasa. “Bagus juga kalau macet. Pedagang berdatangan.” Kata sopir kami, Pak Ragil. Lalu saya menimpali,”itu namanya macet membawa rezeki.” Karena macet ini pula Mas Delvi membagikan nasi kotak kepada pedagang jalanan itu. Tangan terulur dari dalam mobil disambut oleh mereka dengan senyum sumringah. Tak terdengar ucapan terima kasih tapi senyumnya sudah mewakili.

Di Ancol. Salat dan makan malam di Saung Kuring. Karena belum lapar, saya minta wadah untuk membungkus makanan. Mungkin bisa makan malam di bus.
                “Satu saja, Bu?” tanya pelayan.
                “Ya.” Jawabku.
                “Satu saja?” Pelayan kembali bertanya.
                Kali ini Mom Manal menjawab,”Dua saja.” Kami bertatapan lalu tertawa.” Ya, Dua saja.”
                Tiba-tiba ...”Tiga atau empat.” Kata bu Muzayana.
                Hahahha mau juga rupanya.

Pulang

Malam kian merangkak. Bus melaju ke Merak. Seolah berpacu dengan waktu dan kembali berharap agar semua bus dapat menyeberang bersama. Tapi apa boleh buat. Hanya tiga bus yang berangkat duluan. Dua lainnya masih harus menunggu kapal. Lalu lintas laut lancar. Kurang dari dua jam, kapal merapat di Bakaueni. Malam semakin larut. Kantuk tak tertahankan lagi. Tidur hingga subuh menjelang. Bus berhenti di RM. HR Putra Jatim Way Jepara sekitar pukul 04.30. Saatnya salat dan mandi lalu sarapan. Bis lain juga sudah tiba. Jadi semua berkumpul lagi.

Beberapa jam mengaso di tempat ini, perjalanan pulang dilanjutkan. Sesuai kesepakatan, mahasiswa boleh turun di daerahnya masing-masing. Beberapa orang memang tidak lagi melanjutkan perjalanan ke Palembang. Pukul 14.00 bus kembali berhenti di RM. Pagi Sore Teluk Gelam. Makan siang dan salat. Di sini bus tidak lagi saling menunggu. Bus akan menurunkan penumpangnya sendiri-sendiri. Sekitar pukul 16.30, bus 1 parkir di kampus. Rupanya kami adalah bus yang tiba terakhir. Alhamdulillah semua selamat. Saya menjabat tangan Pak Ragil, Pak Setra, Mas Bawal,dan Mas Delvi. Di halaman parkir fakultas ada juga kru travel lainnya. Kami pun bersalaman. Terima kasih untuk semuanya.

Sekolah di perjalanan begitu indah. Setiap langkah adalah pengalaman. Pengalaman keilmuan menjadi hal yang pasti. Banyak hal yang telah kita goreskan. Kerja sama, saling memahami, mengendalikan diri, jiwa, dan emosi. Juga banyak hal yang dapat memicu konflik di perjalanan. Tapi kita telah melaluinya dengan baik. Bukan dengan teori. Tapi sungguh, kita telah melakukannya dengan penuh kesadaran.

Tiba saatnya saya merenung. Adakah manfaat dari perjalanan panjang nan melelahkan ini? Bisa berinteraksi dengan beberapa lembaga dan universitas di tempat yang berbeda dengan orang-orang yang berbeda, adakah hal ini dapat memberi inspirasi dan motivasi dalam pengembaraan kita menuntut ilmu? Menciptakan komunikasi baru dengan kawan seprofesi atau sejurusan dari berbagai belahan kota, tidakkah ini menambah rasa percaya diri untuk memantapkan keilmuan yang sedang digeluti saat ini? Tidakkah terbersit dalam hati kita, ke mana langkah kaki akan diarahkan setelah perjalanan menuntut ilmu saat ini selesai?

Lalu mengapa ada wisata? Kembali saya merenung mencari jawab. Berdialog dengan nurani. Mengapa saya harus menafikan melihat keindahan alam yang telah dikaruniakan Allah? Satu pertanyaan yang tak sanggup kujawab: “Mengapa hanya delapan hari?”
_________________________________________ 

**Bu In: Seorang warga kampus yang sedang belajar menulis abata.

*Tulisan ini hanya journey story. Merekam kisah perjalanan seadanya. Menguak kisah yang mungkin terabaikan. Bukan cerpen apalagi laporan. Dibuat karena hobi tanpa aliran apapun.

Writer :: https://www.facebook.com/indrawati.selayar?fref=ts